Diantara Dua Mata Koin
Keluarga yang lain diceritakan hidup disebuah desa. Dengan ritme kehidupan tak jauh dari beribadah kepada Allah. Ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim selalu mereka kerjakan. Sholat, puasa, zakat, pergi haji semua rukun Islam mereka lakukan dengan baik. Tapi di balik itu semua, mereka tak lepas dari bergunjing, saling berteriak sesama anggota keluarga jika mempunyai keinginan, tidak menghormati sang ibu yang mereka anggap adalah wanita yang memang sudah seharusnya berada didapur dan memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga lainnya. Tak ada kasih sayang yang tumbuh dikeluarga ini.
Satu pihak merasa kaget melihat tingkah laku mereka yang rajin sholat dan puasa tapi mampu untuk berbuat seenaknya dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Sedang yang satu tanpa melirik sama sekali meremehkan keluarga yang kaya raya jauh dengan ibadah wajib tapi dekat dengan kemaksiatan. Meski mereka berbuat baik dengan lingkungan sekitar, bagi mereka itu semua adalah masalah remeh yang akan segera terhapus oleh sikap dan perilaku mereka yang dekat dengan dosa besar.
Sebuah permulaan dari hubungan mereka yang patut dijadikan sebuah renungan, yakni ketika salah satu anggota keluarga dari kampung ini, sebut saja Mr.Alim, dengan seenaknya membiarkan salah satu anggota keluarga dari kota, sebut saja Miss.City. Padahal mereka berjanji untuk bertemu segera setelah masing-masing melakukan tujuannya.
Mr.Alim dengan entengnya datang telat dua jam kemudian, minum minuman sambil berdiri dengan tangan kiri, sampai akhirnya sampah minuman tersebut dibuang dipinggir jalan begitu saja. Ketika ditegur oleh Miss.City, Mr.Alim dengan entengnya menjawab bahwa yang dilakukannya hanyalah dosa kecil, meminum alkohol barulah dosa besar. Dosa-dosa kecil itu nantinya juga akan hilang dihapus oleh ibadah-ibadah wajib yang sering mereka lakukan dan tentunya pahalanya lebih besar dibanding mereka yang hanya peduli dengan lingkungan sekitar dan melupakan ibadah wajib. Sebuah ibadah kecil yang Allah pun tidak menganggapnya.
Kedua orang tersebut saling mengkritik masing-masing kebiasaan yang aneh dan diluar kebiasaan. Miss.City pun tak mau kalah bahwa meski mereka jauh dari ibadah-ibadah wajib yang harus dilakukan, tapi keluarga mereka penuh dengan kasih sayang dan saling menghormati satu sama lain. Yang seringnya pernyataan-pernyataan seperti itu membuat masing-masing orang saling terdiam.
Sampai akhirnya sebuah ujian menerpa kedua keluarga tersebut dan menyadarkan semuanya. Bahwa meski masing-masing keluarga merasa diri benar, Allah lah yang berhak menilai semua kebaikan yang setiap manusia lakukan. Dan Rasul lah satu-satunya manusia di muka bumi ini yang patut dijadikan teladan. Disamping semua ibadah-ibadah wajib yang Rasul lakukan yang patut kita contoh, tapi akhlak beliau pun tetap harus dijadikan suri tauladan bagi kita ummat Islam.
Sebuah kisah sederhana yang diceritakan dalam sebuah film sederhana tapi memuat sebuah pesan moral yang sangat dalam. Sebaik-baik manusia, sehebat-hebat manusia dalam berbuat kebaikan sehingga merasa diri benar dengan semuanya, kemudian menuding dan saling menjatuhkan sesama manusia adalah sebuah kelemahan manusia yang teramat sangat fatal dan mampu merontokkan semua pahala kebaikan yang telah dilakukannya.
Lupa dengan makna tersirat dibalik setiap ibadah yang Allah perintahkan kepada kita manusia. Bahwasanya Allah memerintahkan kita untuk berpuasa adalah untuk peduli dengan orang disekitar kita yang sering merasakan perutnya yang berpuasa seharian karena kekurangan makanan, disitulah Allah berkehendak untuk kita lebih peduli. Bukan malah dengan menuding mereka mencuri makanan kita karena melihat kondisi kemiskinan mereka, sehingga timbul jurang pemisah yang teramat dalam padahal kita begitu rajinnya melaksanakan puasa.
Atau ketika kita begitu peduli dengan orang disekitar kita yang membutuhkan, tapi kita melupakan Allah disetiap langkah kita. Jaminan hati yang kering akan selalu terasa ketika kita menikmati rejeki yang Allah limpahkan kepada kita tanpa melibatkan rasa syukur didalamnya.
Hablumninallah adalah sebuah kepastian yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dan hablumninnas adalah sebuah hal yang bukan untuk dipikir ulang. Kedua hal tersebut bagaikan dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan. Dengan dua ibadah yang saling melengkapi manusia akan hidup dengan seimbang dan selaras dengan dua dunia yang sedang dan akan dijalani kelak. (bee)
http://www.eramuslim.com/oase-iman/hani-miftahuljannah-diantara-dua-mata-koin.htm
Comments
Post a Comment
haii Tiada kesan tanpa komentarmu
* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon