Oleh-oleh Mudik Antara Bandung - Serdang

Jika terakhir kepulangan disambut dengan pertanyaan "Gimana Manohara disana? kasian banged ya disiksa kayak gitu". Sebenarnya pengen jawab kayak gini, "Meneketehe mpok, emang aye emaknya apa" Kenal juga engga, denger pertama kali namanya juga dari kawan-kawan di Indonesia. Hingga mencapai titik jenuh ketika pulang dan melihat tayangan televisi yang terus-terusan mengupas model merana itu, akhirnya tergelitik pula menulis tentang si Mano ini.

Dan oleh-oleh apa ketika kemarin ini saya mudik? Pasti pada tahu donk (keluar deh sok tahunya..... ), konflik Indonesia - Malaysia tentang perbatasan perairan. Mencuat ke permukaan gara-garanya ditangkap tiga petugas perairan Indonesia oleh pihak kerajaan Malaysia dan sebaliknya pihak Indonesia menangkap tujuh nelayan Malaysia yang dianggap menceroboh dan mencuri ikan di kawasan perairan Indonesia. Saya tidak akan merinci dengan detail peristiwanya. Semua pihak punya versi masing-masing, mana yang benar saya sendiri tidak tahu.

Gara-gara peristiwa ini pula, saudara-saudara di Indonesia tak bosan-bosannya menanyakan keadaan kami disini. Baik-baik sajakah? Aman-aman sajakah? Saya pribadi sih udah gak aneh kenapa mereka yang ada di Indonesia selalu mengkhawatirkan kami. Tentunya pemberitaan yang edun-edun disana yang mereka dapat tentang "tragedi" diperairan. Dan betul, mudik kemaren sampe enek denger berita di televisi tentang hubungan RI - MY ini. Dunia pers semakin bebas dan gila-gilaan mengeluarkan pendapat atau opini mereka. Dari yang awalnya bisa mengontrol diri dalam mengeluarkan pendapat, untuk peristiwa kali ini semua menjudge negatif akan negara jiran.

Gini loh guys.... ijinkan saya si Lebah Madu berpendapat in humble opinionnya. Saya bukan siapa-siapa, hanya saja setelah ketemu banyak saudara dan kawan di Indonesia yang berpendapat tentang peristiwa ini, ada sebuah benang merah yang membuat saya sangat sangat tergelitik untuk menulis. Apalagi setelah mendengar salah seorang kawan berkomentar seperti ini "Benci... gak suka sama Malaysia. Seenaknya aja bersikap sama kita. Udahnya budaya, perbatasan, beberapa daerah yang dicaploknya juga... nyebelin!" Dengar komentar kayak gini saya cuman senyum aja, karena melihat respon saya yang cuek semakin panas dia berkomentar. Kalau saya jelaskan kok akhirnya kayak debat kusir ya? Pak Kusir aja kalem kemudiin delman di hari minggu .

Actually, bukan karena gara-gara peristiwa ini saja pengen nulis. Tapi dengan beberapa kejadian disekeliling semakin gatel pengen mengungkapkan bahwasanya kita as human being (jiah bahasanya ...) harus bin kudu smart dalam mencermati sebuah keadaan. Jangan karena kita hanya mendengar pengakuan atau penggambaran salah satu pihak, baik itu tentang sebuah peristiwa pun tentang seseorang kita bisa dengan leluasa mengambil suatu sikap. Jika kita belum mendengar atau melihat sendiri pihak yang satu lagi. Why? Ya, bagus kalau berita yang kita dapat pure alias murni gak ditambah-tambahkan apa-apa, netral gitu. Gimana jadinya kalau penggambaran itu sudah dibumbui yang macem-macem? Bisa fatal jadinya.

Ada seorang kenalan, sebagai studi banding saja, dia baru disini. Secara orang baru pengennya cari-cari info dong tentang lingkungan barunya itu. Nah, bertemulah dia dengan seseorang yang dianggapnya sudah lama tinggal disini dan berhak untuk diberikan title Mr. Segala Tahu tentang Malaysia. Termasuk pendapat tentang orang-orang yang ada disini plus karakterisitik dan peristiwa yang pernah terjadi sampe yang ecek-eceknya. Karena saya sudah kenal cukup baik dengan si Mister (anggap saja seorang mister lah) ini, saya melihat dia sangat tidak objektif dalam memberikan pendapatnya akan sesuatu hal.

Payahnya, orang baru ini menelan mentah-mentah semua apa yang dikatakannya. Hasilnya? Dengan seenak udelnya (enak kali ya udelnya...sampe bisa bersikap kayak gitu) dia bersikap menghadapi orang lain. Padahal dia baru bertemu kali pertamanya. Jelas bingung lah orang-orang sekitar menghadapi si orang baru ini.

Kembali ke peristiwa hubungan RI - MY ini, terlepas dari arogan bin sombongnya sikap negara tetangga sama kita. Jangan pernah biarkan pemberitaan media massa menelan bulat-bulat kepolosan kita. Hingga akhirnya mengeluarkan sikap yang merugikan orang lain. Saking kesel dan marahnya, kita injak-injak deh tuh bendera negara tetangga. Kita lemparin kedubesnya sama apaan tuh? (perlu saya sebut?) Apa perlu sampe seperti itu?

Buat informasi ajah, orang-orang disini menjelang hari kemerdekaannya bendera aja dipasok sama kerajaannya. Jadi ketika kerajaan berhenti memasok bendera ketika hari kemerdekaan menjelang, sepi deh rumah-rumah dari kibaran benderanya. Beda kayak kita yang sampe bela-belain beli ke Abang-abang yang suka jual dipinggir jalan. Satu lagi, disini lebih sibuk memberitakan keadaan hubungan Palestina dan Israel yang sampai sekarang enggak ada ujungnya, ketimbang hubungan sama negara tetangganya. Of coz mereka cares cuman ya enggak diblow up seperti di kita.

Intinya, tak ada ruginya kita belajar untuk lebih smart mencermati keadaan, tabayyun gitu. Jangan biarkan syetan menghasut kita untuk terus memperkeruh suasana. Gak usah juga menyalahkan media massa yang kebablasan kitanya as society harus pintar memilih dan memfilter apa-apa saja yang layak untuk kita konsumsi.

Seperti yang Aa Gym bilang, mulailah dari diri kita sendiri, lingkungan sekitar kita dalam menghadapi sebuah peristiwa baru orang lain. Hingga menimbulkan sebuah sinergi yang sehat.

Sekian dan terima kasih...maaf ya jika postingan saya kali ini terlalu menggebu-gebu, maklum udah gatel pengen nulis


Serdang, 20 September 2010

2:53 PM



Comments

Post a Comment

haii Tiada kesan tanpa komentarmu

* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon

Popular posts from this blog

Mudik...!!

What's the meaning of Jilbab