Hukum Rotan

Ketika kami sekeluarga sedang asyik jalan-jalan kemudian berkunjung ke dalam sebuah kedai souvenir sekedar mencari barang-barang unik untuk kami bawa pulang, tanpa sengaja si sulung melihat sebuah kayu panjang berwarna coklat keputihan berbentuk tipis dan memanjang. Waktu itu kami mengira itu hanya sebuah hiasan saja, hingga si sulung langsung berkomentar

"Gak usah beli itu, jangan hukum Akang pakai rotan seperti itu"


Saya tertegun dengan ucapannya. Menatap lama kayu itu, hingga memahami dan melihat sendiri bentuk kayu rotan yang selalu digunakan disekolah si sulung untuk menghukum anak-anak jika ada yang tidak memenuhi aturan yang telah dibuat disekolanya.

Begitulah, di Malaysia hukum rotan sudah menjadi hal yang lumrah. Sudah menjadi suatu budaya dalam mendisiplinkan anak-anaknya. Sering mendengar tanpa sengaja jika melihat seorang ibu menitipkan anaknya ke tempat penitipan anak selalu berkata

"Rotan saja, bila budak ni nakal"


Awalmya belum faham atau sekedar mendengar penjelasan sepintas lalu saja, hingga akhirnya anak sendiri menghadapi kondisi seperti itu.Sejauh pantauan, kami tidak menemukan kondisi yang serius ketika si sulung menghadapi hukuman rotan di sekolahnya. Hingga kami pun cukup tenang melihatnya. Terkadang jika mendengar laporan si anak yang berkata tiba-tiba mendapat hukuman rotan disekolah gara-gara hal yang sepele, diri ini ketar ketir mendengarnya. Tapi melihat dia tidak peduli dengan hukuman itu, kami hanya bisa pasrah saja dengan lingkungan sekolahnya saat ini. Karena justru kami melihat ia semakin giat dalam bersekolah tanpa harus ketakutan dengan hukuman itu. Penjelasannya

"Engga keras mukulnya kalau ke Akang, pelan aja. Soalnya Akang gak senakal si Anu sih"

Ah, Nak seandainya kau tau, segala hukuman dalam bentuk fisik selemah apalagi sekeras hukum rotan bukan lah sebuah solusi yang baik untuk diterapkan dalam hal mendisplinkan anak.

Berandai-andai jika saya dalam posisinya sudah dipastikan akan sangat ketakutan dengan hukuman itu. Teringat dengan masa-masa SD dulu, ketika mendapatkan guru yang super duper galak dan selalu menerapkan hukuman fisik ketika salah menjawab soalan disekolah. Dan efek itu terus berkepanjangan hingga sekarang ini. Selalunya tegang atau pikiran tiba-tiba kosong ketika ditanya secara tiba-tiba dalam kondisi yang serius, karena memori merekam kuat akan berbagai macam hukuman jika tidak bisa menjawab dengan benar. Padahal kondisi itu telah berubah, tapi tetap saja berefek hingga besar seperti sekarang ini. Tambahan yang lain adalah jadi tidak suka dengan pelajaran matematika, karena guru yang bersangkutan mengajar matematika. Jika dalam satu hari ada pelajaran itu, dipastikan hari-hari terasa panjang dan menegangkan. Meski dirumah sudah mati-matian belajar, entah kenapa jika sudah berhadapan dengan guru tersebut pikiran ini jadi kosong. Belajar semalaman seolah menguap entah kemana.

Sehingga melihat hukuman rotan disini pun inginnya protes atau memindahkan anak saja agar tidak harus bertemu dengan hukuman semacam itu. Tetapu melihatnya sudah membudaya hanya bisa pasrah menghadapinya. Iseng searching di Google untuk mendapatkan informasi tentang rotan ini malah semakin menemukan sebuah fakta, yang menurut saya cukup mengerikan. Bahwasanya mereka para tindak kriminal pun bisa mendapatkan hukum rotan ini. Dan tentu saja dengan ukuran yang lebih besar dengan peralatan lengkap lainnya, seolah hanya terjadi dijaman batu saja, dijaman semodern ini pun hukuman itu berlaku dinegara Siti ini.


Karena pukulan rotan yang cukup keras, terlihat dari ukuran rotannya juga, seiring dengan kemajuan jaman para penerima hukuman ini pun berubah, siapa saja yang bisa menerima hukuman rotan. Umumnya hanya para lelaki yang muda, sehat dan kuat yang bisa menerimanya. Mengingat efek dari hukuman ini bisa merusak kandungan bahkan melumpuhkan alat kelamin ketika proses hukuman telah dijalani. Sang penerima hukuman akan menerima pukulan ini dalam keadaan telanjang dan bagian *maaf* pantat lah yang akan menerima pukulan-pukulan tersebut.

Efek jera dari hukuman ini, khususnya anak-anak, ternyata sudah mulai memudar. Karena anak-anak sekarang justru semakin kebal dengan hukuman rotan ini. Terbaca jelas jika si sulung bercerita akan kawan-kawan yang mendapatkan hukuman tersebut. Mereka seolah tak kapok menerima pukulan-pukulan tersebut. Sudah menjadi makanan sehari-hari sepertinya. Berbeda dengan mereka yang baru pertama kalinya bertemu dengan hukuman fisik seperti itu dipastikan akan takut dan kapok untuk menerima lagi hukumannya. Beruntung jika sang anak ingin berubah menjadi lebih baik, sesuai dengan keinginan para penghukum, tapi apa jadinya jika sang anak justru malah ketakutan dan muncul sebuah phobia yang berlebihan?

Semoga dengan sebuah penggambaran dari negeri jiran ini menjadikan siapapun yang membaca tulisan ini untuk lebih selektif lagi dalam menerapkan disiplin kepada anak-anak, tanpa harus melibatkan fisik mereka untuk dijadikan korban. Termasuk penulis yang terkadang banyak menemukan rintangan akan mendisplinkan anak, hingga tergoda untuk membuat fisiknya sebagai sebuah hukuman dalam rangka si anak agar kapok.

Mengambil apa yang menjadi kesayangan si anak lebih efektif dalam memberikan hukuman, juga lebih banyak memberikan reward ketika si anak melakukan sesuatu sesuai dalam rangka mendisplinkan diri. Tidak harus dalam bentuk kado atau uang, berjuta pujian, pelukan dan ciuman menjadi perhatian tersendiri yang tidak mudah dilupakan si anak bahwa kita peduli, bahwa kita bangga akan kehadiran dan segala usahanya dalam memenuhi disiplin yang telah kita tetapkan untuknya. Wallohualam..


*Photo dan sumber tulisan tentang hukum rotan sebagian saya dapat dari Sini

Serdang, 24 November 2010

4:30 PM

Comments

Post a Comment

haii Tiada kesan tanpa komentarmu

* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon

Popular posts from this blog

Mudik...!!

What's the meaning of Jilbab