Anak Semua Bangsa

Bagi sebagian orang yang suka dengan sosok sederhana tapi menyimpan berjuta kisah
disegurat wajahnya yang sepuh, Pramoedya Ananta Toer, pasti kenal dengan judul diatas. Anak semua bangsa adalah salah satu judul dari tetralogi bukunya yang kedua, yang sempat dilarang beredar di Inodonesia sekitar tahun 80an. Dari buku ini pula akhirnya saya bisa "berkenalan" lebih jauh dengan Pram. 

Berawal dari membaca postingan teman tentang My favourite Author, saya jadi ikut tertarik juga untuk menulisnya. Apalagi setelah ditelusuri, tulisan tentang pengarang favorite ini adalah sebuah kuis yang diadakan oleh salah satu MPers yang ada di Tanggerang, Mbak Gita (salam kenal ya Mbak hehehe... ).

Sebenarnya jika ditanya tentang pengarang kesayangan, ya bakal bingung jawabnya, banyak sih. Dari pengarang manca negara apalagi domestik. Dari pengarang buku-buku serius, yang kocak sampe anak-anak, banyak yang saya suka. Tapi ketika baca kuisnya Mbak Gita saya langsung teringat dengan seorang sastrawan Indonesia yang bernama Pramodeya Ananta Toer.

Jujur saja, baru satu buku yang saya baca buah karya beliau ini, yaitu Anak Semua Bangsa. Soalnya memang dapat pinjaman dari kawan disini . Jika saya berkunjung ke rumah kawan, hal pertama yang membuat saya tertarik adalah koleksi buku yang dimiliki dirumahnya, termasuk sang empunya koleksi buku Pram ini. Saya langsung asik ngubek-ngubek lemarinya. Mata saya langsung tertarik dengan tiga buku tebal, kaku dan nyastra banget buah karya Pramodeya.

Beberapa hal yang membuat saya tertarik dari sebuah buku biasanya judul, cover, endorsment, pengarang, isi cerita, termasuk copyright, translation dan ilustration yang tertera dibagian halaman pertama buku. Cara itu lah yang saya gunakan untuk berkenalan dengan sebuah buku.

Kecuali dengan Anak Semua Bangsa. Saya langsung tertarik dengan nama pengarangnya Pramoedya Ananta Toer. Sudah sering dengar dan baca nama itu, jadinya telinga dan mata saya sudah cukup akrab. Melihat cover buku yang tidak mencantumkan endorsment, profile pengarang pun hanya cuplikan kata-kata didalam novelnya, tidak menjadikan saya enggan untuk membacanya.

Begitulah, saya langsung terpukau dengan pengiasan dan penggunaan kata-kata yang digunakan oleh seorang Pramoedya, ketika mulai membaca halaman-halaman pertama. Tak ada sebuah buku klasik karya sastra yang saya baca terus sampai akhir, layaknya sebuah novel seperti Harry Potter misalnya. Hasil karya Pramoedya yang satu ini benar-benar membius saya.

Saya tidak begitu suka dengan tulisan yang nyastra banget, meski saya kuliah dijurusan sastra, hanya pengarang dan tulisan tertentu yang saya suka. Kebanyakan saya suka dari luar negeri. Tapi untuk Pramoedya, saya langsung acungi jempol. Saya benar-benar jatuh cinta dengan gaya tulisan yang beliau gunakan didalam novelnya ini. Ringan dan mudah untuk dinikmati oleh siapapun, orang awam sekalipun. Menurut saya penulis yang hebat adalah dia yang mampu merangkai katanya dengan indah dan ringan hingga mampu dinikmati oleh pembaca dari kalangan manapun, meski tema yang disampaikan sangat berat. Termasuk buku Anak Semua Bangsa. Pram berhasil memainkan penanya. Disitulah kesuseksan seorang pram yang tidak bisa dilakukan oleh banyak sastrawan terkemuka.

Kecintaan saya akan karya tulis Pramoedya, membuat saya penasaran akan sepak terjang beliau. Kawan saya yang memiliki buku ini mengatakan jika Pram dikabarkan pernah terlibat dengan G30SPKI, semakin membuat saya ingin mencari profil perjalanan beliau.

Menurut informasi yang saya dapat di wikipedia Indonesia, Pramoedya sudah langganan masuk kedalam penjara. Dari jaman kolonial sampai orde baru. Dijaman Presiden Soeharto lah, Pram hidup didalam penjara dalam waktu yang cukup lama yakni 14 tahun. Tapi rintangan itu tidak menyurutkannya untuk terus menulis dan berkarya. Justru dari situlah lahir 4 serial terkenalnya (Tetralogi Pulau buru), Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Yang pada awalnya justru diselundupkan ke luar negeri dan dikoleksi oleh seorang pengarang Australia. Kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Pun lewat lisan pula awal mulanya Pram menyebar luaskan karyanya ini didalam penjara.

Menurut saya pribadi, yang menjadikan Pram tidak disukai oleh pemerintah pada masa itu yaitu karena keberaniannya mengutarakan apa yang dirasakan oleh seorang anak bangsa akan sesuatu yang terjadi yang selama itu ditutup-tutupi. Tentunya berani melawan kolonial karena penjajahan yang mereka lakukan, tapi disatu sisi berani pula mengkritik apa yang dilakukan pemerintah pada masa itu. Dan yang menjadikannya sorotan akan sisi negatifnya yaitu keikutsertaanya didalam sebuah organisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya G30SPKI. Dan ketika masa Soeharto memimpin, Pramoedya dipenjara tidak melalui proses pengadilan sama sekali, tapi langsung dipenjara dan dikirim ke Nusa Kambangan. Meski akhirnya beliau dibebaskan karena tidak ada buktinya keterlibatan didalam G30SPKI.

perjuangan beliau masih berlanjut ketika mendapatkan sebuah penghargaan bergengsi didunia sastra yaitu Ramon Magsaysay Award, pada tahun 1995. Beberapa sastrawan terkenal memprotes atas penerimaan award itu, dikarenakan masa lalu Pram yang "gelap".

Terlepas dari segala kontroversial yang dilakukan oleh seorang Pramoedya Ananta Toer, beliau merupakan sebuah icon yang dimiliki oleh Indonesia yang patut dihargai akan buah karyanya yang indah. Seorang penulis yang tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia tetapi merupakan Anak Semua Bangsa. Sebagaimana judul buku, kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia, yang telah dihasilkannya. Seorang penulis hebat yang meski telah kembali ke pangkuanNya empat tahun lalu, tulisannya tidak akan pernah padam dan akan dikenang oleh mereka yang menyukai sastra "sederhana" khas Pramoedya. (bee)

Comments

Post a Comment

haii Tiada kesan tanpa komentarmu

* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon

Popular posts from this blog

Mudik...!!

What's the meaning of Jilbab