Sebait Cerita Dibalik Kepulangan
Sudah beberapa minggu setelah kepulangan dari Malaysia, rasanya masih mengambang. Antara iya atau tidak, antara hidup dianatara dunia maya dan nyata. Perasaan yang masih setengah-setengah. Mungkin karena setengah dari sebagian dalam diri berasa masih tinggal disana. Hingga kaki merasa belum berpijak dengan benar di tanah kelahiran ini. Apakah semua orang mempunyai perasaan yang sama dengan yang saya rasaakan saat ini? Ketika setelah sekian lama hidup dinegara orang kemudian ketika pada akhirnya pulang ke tanah kelahirannya. Sejauh ini ketika saling berbagi kisah dengan kawan yang mempunyai pengalaman yang sama hampir semua kawan mempunyai perasaan yang sama, meski pada akhirnya kembali menemui kehidupan yang nyata ditanah air. Hanya saja ternyata, penyesuaian itu membutuhkan waktu sekian lama untuk kembali pulih dengan sebuah semangat baru.
Jika mengingat kehidupan disana, pada dasarnya hidup kami tidak mewah atau segala kebutuhan dengan mudahnya terpenuhi. Justru kami disana harus bisa berhemat, tapi kami bersyukur dengan kebutuhan utama telah terpenuhi dengan baik, itu semua membuat kami mandiri, dan kami begitu menikmati semuanya. Hal lain yang membuat tergoda sekali untuk berkeluh kesah kembali ke tanah air adalah dengan perbedaan fasilitas yang sangat mencolok antara Indonesia dan Malaysia. Disana segala fasilitas sangat lengkap dan mudah untuk didapatkan, utamanya pelayanan bagi masyrakatnya. Di Indonesia, melihat berita yang tayang setiap saatnya atau ketika kami harus keluar rumah, kemudian melihat keadaan kota kelahiran membuat hati ini miris menyaksikannya.
Teringat dengan sebuah tulisan seorang kenalan di FB tentang keberadaan negara kelahiran dan negara orang dengan sebuah kiasan antara hujan batu dan hujan emas. Sebuah dilema dan pertentangan yang selalu mengusik bagi mereka yang pernah merasakan hidup dinegara orang atau pun belum sebenarnya. Memunculkan beragam pendapat, salah satunya yakni meski negara tetangga memiliki hujan emas sebagian orang sudah merasa cukup puas dengan adanya hujan batu dinegara sendiri. Karena bagaimana pun disitulah tempat ia dilahirkan. Meski sudah jungkir balik ia memberikan yang terbaik bagi negara hujan batu, hingga akhirnya tetap saja tak ada pembalasan yang setimpal dengan perjuangannya. Walau bagaimanapun tentunya berbeda untuk menikmati hujan batu dibandingkan hujan emas. Siapa yang tidak tergoda dengan emas? Hingga memunculkan pendapat juga, meski hidup dinegara hujan emas tapi hati tetap cinta negeri hujan batu.
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan dua pendapat tersebut. Hanya saja membaca tulisan tersebut menjadi sebuah renungan bagi pribadi dengan sebuah episode yang sedang dijalani saat ini. Membutuhkan sebuah penyesuaian yang memakan waktu ternyata ketika pada akhirnya harus kembali ke negera hujan batu dan memulai semuanya dari awal. Ketika hidup dinegera hujan emas sudah berbagai macam harapan dan mimpi yang telah kami rancang untuk kembali menjalani kehidupan disini, hingga akhirnya semua harus dirancang kembali melihat berbagai kejutan dan perubahan yang terjadi diluar perkiraan kami.
Pastinya untuk saat ini harus mampu untuk menjalani apa yang telah ditetapkan-Nya bagi kami. Meyakinkan dalam hati, bahwasanya Allah kembali telah menyiapkan sebuah kehidupan manis yang kelak akan kami jalani. Seperti halnya ketika awal mula kehidupan kami di Malaysia sana.
Selalu melontarkan doa-doa dan harapan saat ini, semoga Allah memberikan diri ini hati seluas samudra untuk menerima berjuta misteri yang telah ditetapkan-Nya, hingga hati berhenti dari lidah yang ingin berkeluh kesah dan berjuta perasaaan negatif yang selalu ingin menyertainya, amin.
Bandung, 17 Januari 2011
19:55 PM
Jika mengingat kehidupan disana, pada dasarnya hidup kami tidak mewah atau segala kebutuhan dengan mudahnya terpenuhi. Justru kami disana harus bisa berhemat, tapi kami bersyukur dengan kebutuhan utama telah terpenuhi dengan baik, itu semua membuat kami mandiri, dan kami begitu menikmati semuanya. Hal lain yang membuat tergoda sekali untuk berkeluh kesah kembali ke tanah air adalah dengan perbedaan fasilitas yang sangat mencolok antara Indonesia dan Malaysia. Disana segala fasilitas sangat lengkap dan mudah untuk didapatkan, utamanya pelayanan bagi masyrakatnya. Di Indonesia, melihat berita yang tayang setiap saatnya atau ketika kami harus keluar rumah, kemudian melihat keadaan kota kelahiran membuat hati ini miris menyaksikannya.
Teringat dengan sebuah tulisan seorang kenalan di FB tentang keberadaan negara kelahiran dan negara orang dengan sebuah kiasan antara hujan batu dan hujan emas. Sebuah dilema dan pertentangan yang selalu mengusik bagi mereka yang pernah merasakan hidup dinegara orang atau pun belum sebenarnya. Memunculkan beragam pendapat, salah satunya yakni meski negara tetangga memiliki hujan emas sebagian orang sudah merasa cukup puas dengan adanya hujan batu dinegara sendiri. Karena bagaimana pun disitulah tempat ia dilahirkan. Meski sudah jungkir balik ia memberikan yang terbaik bagi negara hujan batu, hingga akhirnya tetap saja tak ada pembalasan yang setimpal dengan perjuangannya. Walau bagaimanapun tentunya berbeda untuk menikmati hujan batu dibandingkan hujan emas. Siapa yang tidak tergoda dengan emas? Hingga memunculkan pendapat juga, meski hidup dinegara hujan emas tapi hati tetap cinta negeri hujan batu.
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan dua pendapat tersebut. Hanya saja membaca tulisan tersebut menjadi sebuah renungan bagi pribadi dengan sebuah episode yang sedang dijalani saat ini. Membutuhkan sebuah penyesuaian yang memakan waktu ternyata ketika pada akhirnya harus kembali ke negera hujan batu dan memulai semuanya dari awal. Ketika hidup dinegera hujan emas sudah berbagai macam harapan dan mimpi yang telah kami rancang untuk kembali menjalani kehidupan disini, hingga akhirnya semua harus dirancang kembali melihat berbagai kejutan dan perubahan yang terjadi diluar perkiraan kami.
Pastinya untuk saat ini harus mampu untuk menjalani apa yang telah ditetapkan-Nya bagi kami. Meyakinkan dalam hati, bahwasanya Allah kembali telah menyiapkan sebuah kehidupan manis yang kelak akan kami jalani. Seperti halnya ketika awal mula kehidupan kami di Malaysia sana.
Selalu melontarkan doa-doa dan harapan saat ini, semoga Allah memberikan diri ini hati seluas samudra untuk menerima berjuta misteri yang telah ditetapkan-Nya, hingga hati berhenti dari lidah yang ingin berkeluh kesah dan berjuta perasaaan negatif yang selalu ingin menyertainya, amin.
Bandung, 17 Januari 2011
19:55 PM
Comments
Post a Comment
haii Tiada kesan tanpa komentarmu
* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon