Jilbab Pertama ku - Lembaran Sejarah dalam Hidup
"Jadi kapan mau pake jilbab?"
Pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari bibir bibi saya (beliau adalah adik bungsu dari ibu saya) ditengah rasa kantuk ketika ia selalunya bersemangat bercerita setiap usai sholat berjemaah. Saya hanya bisa mengerjapkan mata dan memandang bingung bibi saya dan sepupu yang duduk tepat disebelah, mencoba untuk mencerna pertanyaan yang diberikan kepada kami.
Seolah memahami kebingungan kami, bibi kembali bercerita lagi tentang kewajiban menutup aurat dalam Islam. Waktu itu saya masih duduk dikelas satu SMP. Sekitar tahun 90an. Hanya memahami jika yang namanya Islam itu ya rukun Islam saja. Yang penting sholat, puasa dan ngaji. Urusan naik haji jauh sekali dalam pikiran saya, apalagi menutup aurat. Hingga pada akhirnya tanpa dipikir benar saya menjawab sekenanya "Nanti saja tunggu jika sudah mendapat haid pertama" pikiran yang terlintas saat itu hanya untuk menenangkan pernyataan bibi yang terus-terusan menjelaskan tentang wajibnya menutup aurat. Tambahan masih lama ini dapat haid pertama, biasanya di keluarga kami hampir semua anggota keluarga yang perempuan mendapatkan haid sekitar kelas 3 SMP. Mengingat saya masih duduk dikelas satu, so... santai ajah men!
Waktu bergulir tak terasa hingga akhirnya giliran mendapatkan tamu bulanan menghampiri.
Bingung aslinya, merasakan pertama kali haid pertama. Dan janji saya untuk segera menutup aurat segera setelah mendapatkan haid pertama sama sekali hilang dalam ingatan. Hingga akhirnya bibi kembali mengingatkan akan janji saya yang pernah diucapkan dulu. Jika dulu saya hanya bisa menjawab sekenanya, saat itu cukup terhenyak dan termangu untuk segera merespon pernyataannya. Mulai merasakan jika saya sudah tidak bisa main-main lagi untuk segera memberikan jawaban yang tepat.
"Tunggu SMA aja sepertinya, (terdiam cukup lama) masih ingin bebas"
Jawaban yang saya berikan membuat bibi terdiam dan hingga tidak lagi mengungkit masalah tentang kapan saya akan menggunakan jilbab. Cukup sedih jika mengingat lagi ekspresinya, hanya saja waktu itu niat saya untuk menutup aurat tidak ingin terpaksa oleh apapun dan siapapun. Inginnya keinginan kuat untuk menutup aurat muncul dalam diri saya secara utuh.
Masih berlarian dalam benak kala itu, jika sudah mengenakan kerudung bisa dipastikan pergaulan lebih terbatas, susah nyari bajunya, ketinggalan model, harus bisa lebih jaga kelakukan, gak bisa seenaknya berteman dengan siapa saja karena bayangan saya orang-orang segan dengan saya menutup aurat. Dan segunung alasan lainnya menutupi hati saya untuk segera bergerak untuk berkerudung. Termasuk alasan yang hampir semua wanita muslimah kemukakan, yang juga pernah saya katakan adalah "yang penting hati dulu yang dihijab, daripada udah dikerudung tapi kelakuan gak karuan mending gak usah dikerudung sekalian"
Dan ya, waktu bagi saya untuk masuk ke SMA pun mendekat. Pikiran untuk segera menutup aurat semakin sering hinggap dalam diri. Mengingat waktu itu masih boleh dikatakan tidak sebanyak sekarang wanita muslim yang sudah menutup aurat, cukup mengganggu saya. Apakah akan mudah nantinya untuk tetap istiqomah menggunakan hijab?
Hingga pada akhirnya saya masuk ke SMA yang notabene berbasiskan Islam dan mengharuskan murid perempuannya menggunakan kerudung, keyakinan hati akhirnya hinggap dalam diri, saya pun menggunakan jilbab. Dan meyakinkan diri dan lingkungan sekitar jika keputusan saya memakai kerudung bukan karena SMA yang akan saya masuki atau paksaan dari siapapun. Sebuah keputusan murni yang datang dari dalam diri.
Respon keluarga alhamdulillah semua mendukung, meski tetap saja ada yang mengingatkan kalau masa SMA justru waktunya bebas dan menikmati masa muda, dengan berjilbabnya saya justru akan menghalangi aktifitas harian. Dan bibi saya, seperti biasanya, selalu menguatkan azzam saya waktu itu.
Pilihan jatuh pada kerudung berwarna putih ketika pertama kalinya menggunakan kerudung. Rasa nyaman, aman, meliputi diri. Ada satu perasaan yang tidak mudah untuk dilupakan adalah perasaan bangga dan lebih berharga ketika diri menutup aurat. Pertama kalinya justru merasakan lebih dihormati, lebih disegani bukan untuk tidak ditemani, tapi karena orang-orang tidak bersikap sembarangan. Sekalinya ada yang iseng mereka memanggil dengan sebutan "Ibu Haji" sedih atau tersinggung? Saya justru merasa kata-kata itu adalah sebuah pujian dan doa.
Perjalanan menutup aurat ketika itu pastinya tidak berhenti dari segala ujian, atau ketika memutuskan berkerudung berakhirlah sebuah perjalanan dalam menggunakan hijab. Justru ketika pertama kali berkerudung dimulailah perjuangan yang sebenarnya. Tak jarang jika melihat kawan lain yang belum menutup aurat bisa bebas memakai baju seperti apa saja, tidak harus gerah dengan kain yang selalu menutup rambut, selalu menggelitik hati untuk iri. Innallaha ma'asobirin, begitulah kata-kata itu selalu saya tetapkan dalam hati. Hingga selalu saja ada cara bagi-Nya untuk menghibur diri.
Ketika kawan lain yang belum berkerudung sibuk dengan penampilan mereka dengan segala accesorisnya, justru saya bisa tersenyum. Saya malah merasakan betapa Allah menyayangi kaum hawa dengan peraturan-Nya. Semakin hari justru ada keinginan yang muncul "Ah, andaikan saja mereka mengetahui betapa nyaman dan indahnya mengenakan jilbab" yang kemudian saya jadikan itu sebagai sebuah doa. Semoga kawan dan saudara yang belum berjilbab segera ikut merasakan keindahan itu.
Jika dulu alasan tidak modis jika berjilbab, sekarang sepertinya hal itu sudah tidak kuat lagi untuk dijadikan sebuah alasan, mengingat begitu menjamurnya berbagai macam model baju muslimah. Dari berbagai macam keatasan yang lucu hingga sekarang ini. Bahkan baju gamis pun bisa terlihat indah dan cantik dengan segala kreatifitasnya. Mengingat dulu baju gamis hanya baju kurung panjang saja dari atas kebawah tanpa adanya pernak pernik. Sekarang para desainer tak mau kalah dalam mengkreasikan baju-baju muslimah, baju gamis pun tak luput dari sentuhan kreatifitas yang tentunya masih sesuai syar'i.
Dan ya ketika mendengar kawan atau saudara yang ingin juga menutup aurat mengatakan "Nanti saja jika sudah menikah" atau "Tunggu hati dulu mantap dan yang penting biar hati berjilbab dulu" Saya berharap semoga mereka lebih sering untuk menetapkan azzam itu didalam hati, berdoa kepada-Nya dan selalu memelihara niat itu. Karena bagaimana pun juga, ketika seseorang memutuskan ingin segera menutup aurat, hidayah Allah sangat berperan penting. Sedang hidayah adalah hak preogratif-Nya yang tidak semua bisa mendapatkannya. Lebih sering memohon agar Allah, Tuhan yang Maha Pembolak-balik hati segera memantapkan hati. Wallohu'alam.
- Saya sekarang
* Tulisan ini dalam rangka meramaikan Lomba Jilbab Pertama Ku yang diadakan oleh Mbak Dian
Serdang, 5 Oktober 2010
4:40 PM
Comments
Post a Comment
haii Tiada kesan tanpa komentarmu
* Just click on the pic and copas into box comment for using the emoticon